Langsung ke konten utama

Faktor-faktor Berkembang Pesatnya Kritik Sastra pada Masa Abbasiyyah

Faktor-faktor Berkembang Pesatnya Kritik Sastra pada Masa Abbasiyyah

      1.   Kebudayaan yang Melimpah dan Corak yang Beraneka Ragam

Pemukiman umat Islam menjadi tempat bertemunya berbagai macam kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang mempresentasikan umat-umat kuno dalam hal ilmu pengetahuan dan kebudayaannya. Otomatis, ketika ada banyak kebudayaan dan ilmu pengetahuan, syairpun agar semakin beraneka ragam sesuai kebudayaan yang ada.

        2.  Kepedulian Para Khalifah dan Pemimpin terhadap Para Penyair (عناية الخلفاء والأماء بالشعراء)

Para dasaranya, para khalifah Abbasiyyah menyukai syair. Mereka mampu menilai syair, bagus dan tidaknya. Mereka mampu mangkritik syair dari lafadz maupun maknanya menggunakan insting mereka. Ketika syair tersebut dirasa memang bagus maka mereka bermurah hati memberikan hadiah.

        3.  Pertentangan Mengenai Penyair (الخصومة حول الشعراء)

Pertentangan di antara kritikus mengenai penyair memberikan dampak besar bagi perkembangan kritik sastra. Dalam satu syair misalnya, ada pihak yang fanatik mendukungnya dan ada pihak lain yang justru mengomentari miring. Mereka akan mendukung golongannya sendiri. Kegiatan ini biasanya dilakukan di majlis sastra dengan berdiskusi.  

Pertentangan ini rupanya menghasilkan karya baru di mana beberapa kritikus tampil dengan mengambil jalan tengah atau membandingkan antara dua penyair / lebih. Seperti halnya Al-Amidi yang membandingkan syair Abu Tamam dan Buhturi dalam kitabnya Al-Muwazanah.    

 4.  Munculnya Gerakan Naql dan Terjemah

Gerakan menerjemahkan kitab non-Arab seperti filsafat dan mantiq Yunan ataupun kisah-kisah Persia ke dalam bahasa Arab sangat memperkaya sastra dan kritik pada masa ini. Kekayaan ini bisa dilihat dengan karya yang mereka hasilkan berupa sastra arab yang mengandung makna Persia.

Jika kita bandingkan antara sastra masa Umayyah dan Abbasiyyah, kita bisa menemukan perbedaan. Sastra masa Umayyah fokus membahas materi dan makna syair. Sedangkan sastra masa Abbasiyyah juga kental dibumbui dengan pemikiran dan khayalan mereka. Dengan demikian, penerjemahan ini memiliki pengaruh langsung terhadap pemikiran sastrawan, kriitkus, dan mutakallimin.

         5.  Pengaruh Al-Qur’an

Al-Qur’an mempunyai pengaruh terhadap perkembangan sastra karena keindahan Al-Qur’an mendorong sastrawan untuk lebih bisa merasakan keindahan ungkapan dan makna teks sastra Arab. Pada masa ini juga muncul beberapa kelompok yang melakukan kajian Al-Qur’an. Mereka mencoba untuk memahami teks, mencari tahu penggunaan bahasa dan susunannya, dan isyarat yang membuktikan i’jaz Al-Qur’an.

 6. Gerakan Bahasa (الحركة اللغوية)

Gerakan bahasa muncul pada masa ini dengan adanya kajian terhdap Al-Qur’an dan Hadis. Para kholifah menunjukkan sikap tegas mereka untuk menjaga bahasa Al-Qur’an. Mereka mengirimkan para ulama untuk mengkaji dan memperdalam Al-Qur’an beserta riwayat yang berhubungan dengan Al-Qur’an, berupa nasab, berita, ataup

7.   Faktor-faktor Sosial (العوامل الاجتماعية)

Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap pemikiran penyair dan kritikus. Hal ini juga mendorong mereka untuk memiliki karakteristik syairnya sendiri yang membedakan dirinya dengan penyair lainnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan "Malu" Al-Haya' dan Al-Khojal

               Dalam hadis Rasulullah SAW bersabda ' 'إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ ,  yang artinya “Setiap agama mempunyai akhlak dan akhlak Islam adalah malu”. Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud malu di sini ? Benarkah malu dalam berbuat apa saja seperti yang diklaim sebagian orang ? Berikut ulasannya. Malu adalah akhlak terpuji yang membuat seseorang takut untuk melakukan perbuatan tercela yang menimbulkan aib bagi dirinya. Sifat malu sangat identik dengan perempuan. Pandangan masyarakat mengatakan bahwa perempuan harus bermahkotakan malu. Memang benar adanya seperti ini, tetapi sebagian masyarakat masih menyamakan malu dalam berbuat kebaikan dan keburukan. Sehingga sebagian masih merasakan malu dalam berbuat kebaikan seperti halnya malu dalam menunut ilmu. Perasaan malu tidak mengahalangi perempuan untuk menimba ilmu   ataupun mengajarkannya terhadap muslim lainnya. Seperti halnya yang ...

Contoh-contoh Naqd Masa Jahiliah

  Di blog sebelumnya sudah dibahas mengenai syarat-syarat kritikus sastra. Silahkan bagi teman-teman bisa dibaca terlebih dahulu  Kritikus Sastra dan Syarat-syaratnya sebelum menginjak ke pembahasan kali ini, yaitu contoh-contoh kritik sastra pada masa jahiliah. Setiap masa memiliki perkembangan kritik sastra tersendiri. Masa jahiliah, awal kemunculan Islam, Dinasti Umayah, dan Dinasti Abbasiyah memiliki karakter kritik sastra yang berbeda.  Untuk mengetahui apa saja perbedaan tersebut, penulis akan mencoba merangkum keterangan dari kitab “ في النقد الأدبي القديم عند العرب ” karya Dr. Mustofa Abdur Rohman Ibrahim dan tambahan penjelasan dari dosen Adab Wa Naqd Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah, Dr. Ahmad Dardiri M.A. Berbicara mengenai kritik sastra pada masa jahiliyah, kita bisa membaginya menjadi lima macam. 1.       1 .  ا لنقد الفردي (kritik terhadap syair dirinya sendiri) Setiap penyair adalah seorang kritikus. Minimalnya, ia ...

Munculnya Naqd Manhaji pada Masa Dinasti Abbasiyah

  Munculnya Naqd Manhaji pada Masa Dinasti Abbasiyah Naqd manhaji atau mungkin bisa artikan dengan kritik yang sistematis adalah kritik yang berpatokan terhadap metode berdasarkan prinsip-prinsip teoritis. Takaran keindahan dan kekurangan suatu syair sudah diletakan pada syair manhaji. Jika kita bandingkan, syair pada masa jahiliyah dan permulaan Islam masih berpatokan terhadap insting dan pengetahuan umum. Namun, ketika masa Abbasiyah syair semakin berwarna dikarenakan pengetahuan dan pemikiran semakin berkembang. Selain itu, banyak dilakukan penerjamahan karya dari bahasa Persia, Hindia, maupun Yunani ke dalam bahasa Arab yang mana hal ini tentu berpengaruh besar terhaap perkembangan sastra kala itu. Kemudian sejak abad ke-2 Hijriah mulailah kritik sastra berpatokan pada langkah yang baru, seperti kedalaman makna, analisis yang rinci dan jelas, dsb. Langkah ini menjadi pijakan awal naqd manhaji muncul yang berdasarkan prinsip dan qaidah tertentu. Banyak pula kritikus yang...