Telah diketahui bersama
bahwasanya orang-orang Arab dahulu sangat suka melantunkan syair. Berbarengan
dengan kebiasaan bersyair inilah muncul pula kegiatan kritik terhadap
sastra atau biasa disebut dengan naqd. Naqd adalah kegiatan
memberi penilaian terhadap syair dengan menyebutkan keunggulan dan kekurangan
syair tersebut.
Orang yang melakukan penilaian
ini disebut naqid (kritikus). Sebenarnya, setiap penyair adalah
kritikus. Minimalnya, ia mengkritik syairnya sendiri kemudian melakukan
perbaikan. Contohnya saja adalah penyair Zuhair bin Abi Sulma. Dalam mengkritik
syairnya sendiri, beliau bisa menghabiskan waktu selama satu tahun penuh.
Untuk memperjelas apa aja sih
syarat-syarat menjadi seorang kritikus sastra, penulis akan memaparkan penjelasan yang dikutip dari
kitab “في النقد الأدبي القديم عند العرب” karya Dr. Mustofa Abdur Rohman Ibrahim. Kitab ini merupakan
muqorror Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arobiyyah lil Banin Kairo.
1. Mempunyai dzauq/sense
(perasaan)
Dzauq merupakan hal yang abstrak. Antara kritikus satu dengan kritikus lainnya sangat berkemungkinan untuk memiliki rasa yang berbeda ketika mengkritik suatu syair. Kritikus A mengatakan bahwa syair si fulan bagus, sedangkan kritikus B mengatakan syair si fulan memiliki beberapa kekurangan.
Penilaian terhadap sastra seperti ini sangatlah wajar, karena sastra termasuk seni dan seni bersifat relatif. Maksudnya, penilaiannya bukan berdasarkan sesuatu yang objektif, melainkan melalui kacamata subjektif. Maka sangat wajar jika penilaian terhadap sastra hasilnya akan berbeda.
2. 2. Memiliki pengetahuan luas
Seorang kritikus sastra juga dituntut untuk memiliki pengetahuan luas yang mencakup segala aspek, seperti bahasa, sastra, dan pengetahuan umum lainnya. Ia dituntut memiliki pengetahuan mumpuni yang berkaitan dengan nahwu, sharaf, balagah, arudh wa qowafi, dan lain-lain. Ia juga harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai perkembangan sastra di setiap zamannya. Selain itu, ia juga harus memiliki pengetahun mengenai aspek-aspek kehidupan lain seperti halnya aspek sosial, geografi, dan psikologi.
3. 3. Memiliki pengalaman luas terhadap sastra
Pengalaman ini bisa didapatkan dengan banyak membaca karya sastra, seperti syair, khutbah, kisah, dan drama. Semakin lama seorang kritikus bergelut dengan karya satra, maka semakin handal pula ia mengkritik sehingga bisa membandingkan antara gaya karya sastra yang satu dengan yang lainnya.
4. 4. Hati nurani yang tulus
Maksudnya, seorang kritikus harus mempunyai pandangan yang tulus dan berlaku adil ketika melakukan kritik. Sebisa mungkin ia berusaha agar tidak terpengaruh oleh hawa nafsu. Misalnya, ketika mengkritik sastra temannya, maka ia harus bersikap adil, jangan memuji syairnya dengan alasan karena si penyair adalah temannya.
Dari uraian di atas, dapat diketahui syarat-syarat untuk menjadi kritikus sastra. Tidak hanya bermodalkan perasaan saja, melainkan seorang kritikus yang baik adalah kritikus yang pengetahuan, pengalaman, dan hati yang tulus. Wallahu A’lam
Penulis adalah
Suci Amalia, mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

Komentar
Posting Komentar