Langsung ke konten utama

Tafsir Surat Al-Fatihah Dalam Kitab Tafsir Al-Baydhowi

 

 

Tafsir Surat Al-Fatihah Dalam Kitab Tafsir Al-Baydhowi


Surat Al-Fatihah merupakan surat Makiyah yang terdiri dari 7 ayat. Surat ini disebut ‘Ummul Qur’an karena surat ini berada di permulaan.

Ø  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah Basmalah merupakan bagian dari surat Al-Fatihah atau bukan.

·         Ulama Mekkah, Kufah, Ibnu Mubarok, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa basmalah merupakan ayat surat Al-Fatihah  

·         Sedangkan Ulama Madinah, Basrah, Syam, Imam Malik, dan Al-Awza’i berpendapat bahwa basmallah bukanlah ayat surat Al-Fatihah

 

Ø  الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Kita memuji Allah atas segala kenikmatan yang Ia beri. Seyogyanya kenikmatan ini diaplikasikan dengan lisan yang bersyukur, beramal baik dan meningkatkan keimanan kita.

Kalimat الحمد  adalah pujian terhadap sesuatu yang bersifat ikhtiyari. Sedangkan kalimat المدح  adalah pujian atas sesuatu yang mutlaq.

Contohnya حمدت زيدا على علمه

Ilmu adalah sesuatu yang bersifat ikhtiyari, maksudnya jika seseorang ingin memperoleh ilmu, maka ia harus berusaha untuk mendapatkannya dengan belajar. Jadi, jika kita ingin memuji seserang karena ilmunya. Maka gunakanlah kata الحمد

Beda dengan contoh مدحت زيدا على جماله

Ketampanan adalah sesuatu yang sudah tercipta sejak lahir. ,maka maka gunakanlah kata المدح .

 

Ø  الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kedua Lafadz الرَّحْمَنِ dan  الرَّحِيمِ mengikuti shighot mubalaghoh dari fiil رحم. lafadz الرَّحْمَنِ lebih mubalaghoh dari pada الرَّحِيمِ. Menurut suatu pendapat makna Arrahman di sini adalah bahwa Allah SWT. Memberi kasih sayang terhadap semua makhluknya, baik mu’min maupun kafir, baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan arrahim adalah kasih sayang yang dikhususkan bagi orang mu'min saja.

 

Ø  مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Pentakhsisan lafadz يوم dengan menggunakan idhofah bisa dimaknai sebagai bentuk ta’dzim, bisa juga dengan alasan bahwa hanya Allah yang mempunyai hak preogratif dalam mengetahui kapan terjadinya Hari Pembalasan.

 

Ø  إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Mengedepankan lafadz إياك dari fiilnya memberi faidah takhsis. Kita mengkhususkan beribadah kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya. Meminta kepada Allah tak hanya dilakukan di waktu sempit, tetapi juga di waktu luang.

 

Ø  اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

ini adalah penjelasan dari pertolongan yang kita minta di ayat sebelumnya, yaitu meminta untuk ditunjukkan jalan yang lurus.

 

Ø  صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Penjelasan mengenai jalan lurus kembali diperinci di ayat ketujuh ini. kenapa diulang-ulang? Faidahnya adalah untuk taukid atau menegaskan bahwa jalan seorang muslim untuk mencapai surga harus dilakukan dengan istiqomah. 

 

والله أعلم بالصواب

 

Suci Amalia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan "Malu" Al-Haya' dan Al-Khojal

               Dalam hadis Rasulullah SAW bersabda ' 'إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ ,  yang artinya “Setiap agama mempunyai akhlak dan akhlak Islam adalah malu”. Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud malu di sini ? Benarkah malu dalam berbuat apa saja seperti yang diklaim sebagian orang ? Berikut ulasannya. Malu adalah akhlak terpuji yang membuat seseorang takut untuk melakukan perbuatan tercela yang menimbulkan aib bagi dirinya. Sifat malu sangat identik dengan perempuan. Pandangan masyarakat mengatakan bahwa perempuan harus bermahkotakan malu. Memang benar adanya seperti ini, tetapi sebagian masyarakat masih menyamakan malu dalam berbuat kebaikan dan keburukan. Sehingga sebagian masih merasakan malu dalam berbuat kebaikan seperti halnya malu dalam menunut ilmu. Perasaan malu tidak mengahalangi perempuan untuk menimba ilmu   ataupun mengajarkannya terhadap muslim lainnya. Seperti halnya yang ...

Contoh-contoh Naqd Masa Jahiliah

  Di blog sebelumnya sudah dibahas mengenai syarat-syarat kritikus sastra. Silahkan bagi teman-teman bisa dibaca terlebih dahulu  Kritikus Sastra dan Syarat-syaratnya sebelum menginjak ke pembahasan kali ini, yaitu contoh-contoh kritik sastra pada masa jahiliah. Setiap masa memiliki perkembangan kritik sastra tersendiri. Masa jahiliah, awal kemunculan Islam, Dinasti Umayah, dan Dinasti Abbasiyah memiliki karakter kritik sastra yang berbeda.  Untuk mengetahui apa saja perbedaan tersebut, penulis akan mencoba merangkum keterangan dari kitab “ في النقد الأدبي القديم عند العرب ” karya Dr. Mustofa Abdur Rohman Ibrahim dan tambahan penjelasan dari dosen Adab Wa Naqd Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah, Dr. Ahmad Dardiri M.A. Berbicara mengenai kritik sastra pada masa jahiliyah, kita bisa membaginya menjadi lima macam. 1.       1 .  ا لنقد الفردي (kritik terhadap syair dirinya sendiri) Setiap penyair adalah seorang kritikus. Minimalnya, ia ...

Munculnya Naqd Manhaji pada Masa Dinasti Abbasiyah

  Munculnya Naqd Manhaji pada Masa Dinasti Abbasiyah Naqd manhaji atau mungkin bisa artikan dengan kritik yang sistematis adalah kritik yang berpatokan terhadap metode berdasarkan prinsip-prinsip teoritis. Takaran keindahan dan kekurangan suatu syair sudah diletakan pada syair manhaji. Jika kita bandingkan, syair pada masa jahiliyah dan permulaan Islam masih berpatokan terhadap insting dan pengetahuan umum. Namun, ketika masa Abbasiyah syair semakin berwarna dikarenakan pengetahuan dan pemikiran semakin berkembang. Selain itu, banyak dilakukan penerjamahan karya dari bahasa Persia, Hindia, maupun Yunani ke dalam bahasa Arab yang mana hal ini tentu berpengaruh besar terhaap perkembangan sastra kala itu. Kemudian sejak abad ke-2 Hijriah mulailah kritik sastra berpatokan pada langkah yang baru, seperti kedalaman makna, analisis yang rinci dan jelas, dsb. Langkah ini menjadi pijakan awal naqd manhaji muncul yang berdasarkan prinsip dan qaidah tertentu. Banyak pula kritikus yang...