Langsung ke konten utama

Review Buku - Imam Perempuan

 

Bismillahirrahmanirrahim, Imam Perempuan adalah buku karangan Alm. K.H. Ali Mustafa Yaqub, salah satu ulama yang mempunyai andil besar bagi Indonesia, terutama dalam bidang hadis. Beliau mendirikan Darus Sunah International Institute for Hadis Science di Ciputat di mana mahasiswa di sini fokus mempelajari Hadis-Ilmu Hadis disamping ilmu agama lainnya.

 Saya sangat mengidolakan beliau. Bentuk idola terhadap beliau yang bisa saya lakukan sekarang adalah berdo’a dan membaca karya-karya beliau yang sudah tersusun rapi dalam buku. Salah satunya buku ini, Imam Perempuan. Kita sangat beruntung, walaupun beliau sudah sedo beberapa tahun silam kita masih bisa ngalap ilmu beliau dari kalimat-kalimat yang sudah diketik dalam buku ini.

Tujuan saya menulis rangkuman di blog ini tak lain untuk memuroja’ah apa yang sudah dibaca. Ya, ini adalah cara saya agar ingatan tentang ilmu ini semakin menempel di otak. Maklum, biasanya seseorang akan lebih mengingat ketika ia menulis ulang apa yang telah ia baca. Selain itu, mungkin pembaca juga akan mendapatkan ilmu baru dari membaca blog ini, atau bahkan tertarik untuk memiliki langsung buku-buku beliau.

Selanjutnya, mungkin blog ini juga nantinya akan diisi review buku yang sudah saya baca di episode-episode berikutnya.

Selamat membaca……

Selama empat belas abad lebih, umat Islam menjalankan agamanya dengan pakem-pakem yang sudah dirancang secara aman dan tentram. Mereka berbondong-bondong pergi ke masjid melaksanakan salat berjama'ah dengan seorang laki-laki menjadi imam salat jema'ah laki-laki dan perempuan. Shaf pun terlihat sangat rapi dengan gerombolan jema'ah laki-laki di depan dan jema'ah perempuan di belakang.

Herannya, awal 2005 yang lalu tiba-tiba ada seorang wanita berdarah Afro-Amerika bernama Amina Wadud menjadi khatib dan imam salat Jum'at di sebuah gereja di New York pada tanggal 18 Agustus 2005. Tak hanya imamnya yang perempuan, adzan pun dikumandangkan oleh seorang perempuan.

Ternyata penyelenggaraan salat Jum'at ini diprakarsai oleh seorang wanita bernama Asra Q. Nomani, pendiri Muslim Women's Freedom Tour, sebuah kelompok yang memperjuangkan pembebasan wanita muslimah. Tak sebatas memprakarsai, ia sendiri juga beberapa kali menjadi imam salat bagi jamaah lintas gender.

Berbicara tentang Muslim Women Freedom Tour yang didirikan Amina Wadud, sebagai pembaca saya dibuat geleng kepala oleh butir-butir rancangan yang diusung oleh kelompok ini. Contohnya saja, dalam Rancangan 10 Hak Muslimah di Masjid yang digaungkan oleh kelompok ini, ada poin yang mengatakan bahwa muslimah boleh bersalaman dengan seluruh anggota jamaah baik lelaki maupun perempuan dan ia juga boleh dijadikan pemimpin termasuk jadi imam salat. Selain itu, dalam Rancangan Hak Muslimah ketika di Tempat Tidur, ada pula butir yang mengatakan bahwa seorang perempuan bebas dari hukuman bila melakukan hubungan seksual suka sama suka sesama orang dewasa. Apabila ini terjadi, apakah ini tidak sama dengan mengajak orang untuk berzina, padahal aslinya itu jelas-jelas dilarang oleh agama.

Kembali kepada pembahasan Imam Perempuan. Adakah dalil dari Al-Qur'an atau Hadis ??

Imam Syafi'i dalam kitab kondangnya, al-Umm, mengatakan إمامة المرأة للرجال akan menyebabkan ketidaksahaan salat si makmum. Begitu juga beliau beristidal dari surat An-Nisa ayat 34  "الرجال قوامون على النساء... الأية" Dalam ayat ini memang tidak dijelaskan tentang Imam wanita bagi makmum laki-laki. Yang ada hanyalah penegasan bahwa lelaki itu menjadi pelindung, pemimpin, dan pengayom perempuan. Karena imam shalat itu merupakan pemimpim bagi jamaahnya, sedangkan yang diberi hak oleh Allah swt untuk jabatan pemimpin adalah lelaki, maka hal itu berarti perempuan tidak diberi hak untuk menjadi imam dalam salat berjamaah yang makmumnya lelaki.

Lalu Adakah hadis yang melarang wanita menjadi imam salat makmum laki-laki ??

Ada, hadis itu diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengam redaksi ألا لاتؤُمّـن امرأةٌ رجلا "Janganlah sekali kali ada wanita menjadi imam salat untuk lelaki". Kendati kualitas hadis ini dhaif karena rawi yang lemah periwayatannya, tapi dalam fan ilmu hadis tidak selamanya hadis dhaif terlempar, hadis itu masih bisa diterima karena faktor-faktor eksternal.

Hadis yang melarang itu dhaif, apakah ini berarti seorang imam boleh dari kalangan wanita?? Toh ada pula ulama yang membolehkan dalam permasalahan ini.

Ya, ulama yang membolehkan masalah ini mengacu pada hadis yang  terkenal dengan sebutan 'Hadis Ummu Waraqah'. Sababul wurud hadis ini sendiri adalah ketika Ummu Waraqah meminta izin ikut perang kepada Nabi SAW di Badr, tapi beliau tidak mengizinkannya "Kamu tidak perlu ikut berperang. Diamlah di rumah!," begitu jawab Nabi Saw. Kemudian dalam periwayatan lain, Abdurrahman bin Khallad berkata, "Rasulullah Saw sering mengunjungi Ummu Waraqah di rumahnya, dan menunjuk seorang tukang adzan untuk beradzan. Rasulullah Saw juga menyuruh Ummu Waraqah untuk mengimami shalat jamaah bagi penghuni rumahnya." Dari keterangan Aburrahman bin Khallad inilah ada ulama berkesimpulan bahwa Ummu Waraqah mengimami muadzin dan budak laki-laki.         

Dalam riwayat lain selain Abu Dawud sebenarnya tidak dijelaskan apakah makmumnya campuran lelki dan perempuan. Semua riwayat hanya mengaskan bahwa Nabi Saw mengizinkan Ummu Waraqah untuk mengimami penghuni rumahnya. Bahkan dalam salah satu riwayat Imam ad-Daruqutni disebutkan bahwa Nabi mengizinkan Ummu Waraqah untuk mengimami wanita penghuni rumahnya.

Kelemahan Hadis Ummu Waraqah

Ada ulama yang mengatakan hadis itu shahih dengan alasan hadis tersebut tercantum dalam kitab Sunan Abi Dawud dan beliau tidak memberikan komentar apapun terhadap hadis ini. Dengan demikian, hadis itu berstatus shalih atau bagus. Hadis ini juga sekurang-kurangnya telah diriwayatkan oleh delapan ahli hadis dengan sekurang-kurangnya sebelas sanad. Kesebelas sanad itu bertemu di al Walid bin Juma'i. Disnilah permasalahan mulai muncul. Kenapa?? karena  al-Walid bin Juma’I sendiri  adalah rawi yg mukhtalaf fih, walaupun ada juga yang mengatakan bahwa beliau adalah rawi tsiqoh, laisa bihi ba’s, dan shalihul hadis. Namun, Jika terdapat ta'dil dan jarh seperti ini, maka menurut kaidah ilmu hadis penilaian yang dikedepankan adalah penilaian tidak kredibel (jarh).

                Tak hanya dari segi sanad hadis ini dinyatakan dhaif, matannya pun juga mengandung keganjalan. Dalam riwayat Ibnu al-Jarud disebutkan bahwa Nabi Saw selalu mengunjungi Ummu Waraqah setiap hari Jum'at. Rasanya ada yang kurang tepat karena Nabi Saw yang begitu sibuk mengurusi umat, mana ada waktu untuk selalu menjenguk Ummu Waraqah seorang janda setiap hari Jum'at.

Cara Benar Memahami Hadis

Diketahui bahwa hadis Ummu Waraqah ini mempunyai sekurang-kurangnya sebelas riwayat , maka tidak benar jika kita hanya berpacu pada satu riwayat saja. Jika ada perbedaan antara riwayat satu dengan riwayat lain, maka pengertian umum dan khusus pada riwayat tersebut harus dijamak atau dipadukan. Dalam riwayat ad-Daruqutni dijelaskan bahwa Ummu Waraqah diizinkan Nabi Saw untuk mengimami wanita di rumahnya. Sedangkan dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Ummu Waraqah diizinkan Nabi untuk menhadi imam salat bagi penghuni rumahnya, tanpa keterangan perempuan atau laki-laki makmum tersebut.

Maka dengan metode jamak dapat disimpulkan bahwa Ummu Waraqah diizinkan untuk menjadi imam salat jama’ah bagi wanita penghuni rumahnya.

 

Waallahu a’lam bi as-Showab

 

Kritik dan saran : Suci Amalia (@soetjiamalia16)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan "Malu" Al-Haya' dan Al-Khojal

               Dalam hadis Rasulullah SAW bersabda ' 'إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ ,  yang artinya “Setiap agama mempunyai akhlak dan akhlak Islam adalah malu”. Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud malu di sini ? Benarkah malu dalam berbuat apa saja seperti yang diklaim sebagian orang ? Berikut ulasannya. Malu adalah akhlak terpuji yang membuat seseorang takut untuk melakukan perbuatan tercela yang menimbulkan aib bagi dirinya. Sifat malu sangat identik dengan perempuan. Pandangan masyarakat mengatakan bahwa perempuan harus bermahkotakan malu. Memang benar adanya seperti ini, tetapi sebagian masyarakat masih menyamakan malu dalam berbuat kebaikan dan keburukan. Sehingga sebagian masih merasakan malu dalam berbuat kebaikan seperti halnya malu dalam menunut ilmu. Perasaan malu tidak mengahalangi perempuan untuk menimba ilmu   ataupun mengajarkannya terhadap muslim lainnya. Seperti halnya yang ...

Contoh-contoh Naqd Masa Jahiliah

  Di blog sebelumnya sudah dibahas mengenai syarat-syarat kritikus sastra. Silahkan bagi teman-teman bisa dibaca terlebih dahulu  Kritikus Sastra dan Syarat-syaratnya sebelum menginjak ke pembahasan kali ini, yaitu contoh-contoh kritik sastra pada masa jahiliah. Setiap masa memiliki perkembangan kritik sastra tersendiri. Masa jahiliah, awal kemunculan Islam, Dinasti Umayah, dan Dinasti Abbasiyah memiliki karakter kritik sastra yang berbeda.  Untuk mengetahui apa saja perbedaan tersebut, penulis akan mencoba merangkum keterangan dari kitab “ في النقد الأدبي القديم عند العرب ” karya Dr. Mustofa Abdur Rohman Ibrahim dan tambahan penjelasan dari dosen Adab Wa Naqd Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah, Dr. Ahmad Dardiri M.A. Berbicara mengenai kritik sastra pada masa jahiliyah, kita bisa membaginya menjadi lima macam. 1.       1 .  ا لنقد الفردي (kritik terhadap syair dirinya sendiri) Setiap penyair adalah seorang kritikus. Minimalnya, ia ...

Munculnya Naqd Manhaji pada Masa Dinasti Abbasiyah

  Munculnya Naqd Manhaji pada Masa Dinasti Abbasiyah Naqd manhaji atau mungkin bisa artikan dengan kritik yang sistematis adalah kritik yang berpatokan terhadap metode berdasarkan prinsip-prinsip teoritis. Takaran keindahan dan kekurangan suatu syair sudah diletakan pada syair manhaji. Jika kita bandingkan, syair pada masa jahiliyah dan permulaan Islam masih berpatokan terhadap insting dan pengetahuan umum. Namun, ketika masa Abbasiyah syair semakin berwarna dikarenakan pengetahuan dan pemikiran semakin berkembang. Selain itu, banyak dilakukan penerjamahan karya dari bahasa Persia, Hindia, maupun Yunani ke dalam bahasa Arab yang mana hal ini tentu berpengaruh besar terhaap perkembangan sastra kala itu. Kemudian sejak abad ke-2 Hijriah mulailah kritik sastra berpatokan pada langkah yang baru, seperti kedalaman makna, analisis yang rinci dan jelas, dsb. Langkah ini menjadi pijakan awal naqd manhaji muncul yang berdasarkan prinsip dan qaidah tertentu. Banyak pula kritikus yang...