Langsung ke konten utama

Cerdas Dalam Bermedia Sosial

 

Aplikasi media sosial

Tepat lima tahun lalu pada tanggal 10 Juni 2015, dicetuslah Hari Media Sosial oleh seorang pemilik Frontier Consulting Group, Handi Irawan D. Dilahirkannya hari ini dilatarbelakangi dengan pemikiran bahwa masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan kesadarannya dan diedukasi agar penggunaan media sosial bisa berdampak positif bagi siapa saja yang menggunakannya. Kenapa ? Karena media sosial ibarat dua sisi sebuah pisau. Jika ia digunakan dengan baik, maka akan berdampak positif. Sebaliknya, jika ia digunakan dengan cara yang salah maka akan berdampak negatif.

Di kala pandemi covid-19 seperti sekarang, nyatanya eksistensi media sosial semakin melejit. Fungsinya pun semakin beragam. Tak hanya sebagai aplikasi sumber entertainment di mana orang-orang bisa berkomunikasi dan berbagi cerita saja, media sosial juga semakin dimanfaatkan sebagai fasilitas belajar dan berniaga.

Walhasil, fungsi media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube dan lainnya semakin berkembang. Dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) misalnya, banyak guru menggunakan Instagram dan Youtube sebagai media sarana terlaksananya PJJ dengan mengadakan live streaming. Selain itu, sebagian orang juga beralih dan mengembangkan media sosial sebagai lapak berbisnis. Alasannya, media sosial  banyak diakses jutaan orang sehingga memungkinkan calon pembeli tertarik membeli barang yang ditawarkan walaupun ia tidak ada niatan membeli sebelumnya.

Namun, masih banyak orang yang memfungsikan media sosial dengan tidak bijak. Mereka masih merasakan kenyamanan dalam melakukan hate speech, penipuan, dan penyebaran berita hoax. Tentu hal ini tidak benarkan.  Siapa saja yang mengemukakan pendapat dengan cara hinaan tanpa diiringi sopan santun, membohongi para pembeli dengan membuat akun-akun palsu, dan menyebarkan informasi tanpa berlandaskan fakta perlu dinasehati akan pentingnya bersikap cerdas dalam bermedia sosial.

Jika tidak, maka akan menimbulkan kasus di tengah masyarakat. Contoh kasus yang masih santer di telinga kita adalah kasus yang menimpa youtuber sekaligus selebgram Indonesia, Rahmawati Kekeyi Putri Cantika. Pada videonya yang diunggah di Youtube , banyak komentar pedas yang dilayangkan oleh netizen untuknya. Total komentar sendiri ketika dipublish tulisan ini (10/06/2020) mencapai 485 ribu komentar. Mayoritas komentarnya beriisikan body shaming dan bullying yang ditujukan kepada Kekeyi. Contohnya yang ditulis oleh salah akun yang saya tidak sebutkan namanya, ia menulis, “Aku jadi mikir emang pantes ni orang di-bully, fisik dan akhlak semuanya jelek”. Ada juga yang menulis, “suaranya fals dimenit 0.00 sampe 3.25.”

Apakah hal ini dianggap wajar bagi warga Indonesia ? Hate Comment seolah-olah  dimubahkan di media sosial. Netizen dengan bebasnya menghujat yang ia tak sukai. Bukan berarti perasaan tidak suka dan komentar dilarang, tetapi seharusnya ada etika dalam menyampaikan pendapat. Bukan komentar yang berisi hinaan saja, tetapi sebaiknya kritik yang membangunlah yang disampaikan.

Mari bersikap bijak dan cerdas dalam menggunakan media sosial. Sikap ini bisa dengan cara menyampaikan motivasi, informasi, dan inspirasi. Media sosial juga bisa dijadikan tempat berkreasi dengan membuat konten-konten yang menarik. Nilai-nilai yang melatarbelakangi adanya Hari Media Sosial harus kembali digaungkan agar masyarakat Indonesia berpikir lebih bijak lagi sebelum bertindak.

Media sosialmu Harimaumu

 

Suci Amalia

Kritik Saran @soetjiamalia16

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan "Malu" Al-Haya' dan Al-Khojal

               Dalam hadis Rasulullah SAW bersabda ' 'إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ ,  yang artinya “Setiap agama mempunyai akhlak dan akhlak Islam adalah malu”. Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud malu di sini ? Benarkah malu dalam berbuat apa saja seperti yang diklaim sebagian orang ? Berikut ulasannya. Malu adalah akhlak terpuji yang membuat seseorang takut untuk melakukan perbuatan tercela yang menimbulkan aib bagi dirinya. Sifat malu sangat identik dengan perempuan. Pandangan masyarakat mengatakan bahwa perempuan harus bermahkotakan malu. Memang benar adanya seperti ini, tetapi sebagian masyarakat masih menyamakan malu dalam berbuat kebaikan dan keburukan. Sehingga sebagian masih merasakan malu dalam berbuat kebaikan seperti halnya malu dalam menunut ilmu. Perasaan malu tidak mengahalangi perempuan untuk menimba ilmu   ataupun mengajarkannya terhadap muslim lainnya. Seperti halnya yang ...

Contoh-contoh Naqd Masa Jahiliah

  Di blog sebelumnya sudah dibahas mengenai syarat-syarat kritikus sastra. Silahkan bagi teman-teman bisa dibaca terlebih dahulu  Kritikus Sastra dan Syarat-syaratnya sebelum menginjak ke pembahasan kali ini, yaitu contoh-contoh kritik sastra pada masa jahiliah. Setiap masa memiliki perkembangan kritik sastra tersendiri. Masa jahiliah, awal kemunculan Islam, Dinasti Umayah, dan Dinasti Abbasiyah memiliki karakter kritik sastra yang berbeda.  Untuk mengetahui apa saja perbedaan tersebut, penulis akan mencoba merangkum keterangan dari kitab “ في النقد الأدبي القديم عند العرب ” karya Dr. Mustofa Abdur Rohman Ibrahim dan tambahan penjelasan dari dosen Adab Wa Naqd Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah, Dr. Ahmad Dardiri M.A. Berbicara mengenai kritik sastra pada masa jahiliyah, kita bisa membaginya menjadi lima macam. 1.       1 .  ا لنقد الفردي (kritik terhadap syair dirinya sendiri) Setiap penyair adalah seorang kritikus. Minimalnya, ia ...

Munculnya Naqd Manhaji pada Masa Dinasti Abbasiyah

  Munculnya Naqd Manhaji pada Masa Dinasti Abbasiyah Naqd manhaji atau mungkin bisa artikan dengan kritik yang sistematis adalah kritik yang berpatokan terhadap metode berdasarkan prinsip-prinsip teoritis. Takaran keindahan dan kekurangan suatu syair sudah diletakan pada syair manhaji. Jika kita bandingkan, syair pada masa jahiliyah dan permulaan Islam masih berpatokan terhadap insting dan pengetahuan umum. Namun, ketika masa Abbasiyah syair semakin berwarna dikarenakan pengetahuan dan pemikiran semakin berkembang. Selain itu, banyak dilakukan penerjamahan karya dari bahasa Persia, Hindia, maupun Yunani ke dalam bahasa Arab yang mana hal ini tentu berpengaruh besar terhaap perkembangan sastra kala itu. Kemudian sejak abad ke-2 Hijriah mulailah kritik sastra berpatokan pada langkah yang baru, seperti kedalaman makna, analisis yang rinci dan jelas, dsb. Langkah ini menjadi pijakan awal naqd manhaji muncul yang berdasarkan prinsip dan qaidah tertentu. Banyak pula kritikus yang...